Iklan

Pelanggaran Etik Berat ,Ketua MK Anwar Usman Diberhentikan

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi Pelanggaran Etik Berat kepada Hakim Konstistusi Anwar Usman dengan pemberhentian dari jabatannya sebagai Ketua MK.

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman secara resmi dijatuhi sanksi pelanggaran etik berat berupa pemberhentian dari jabatannya.Hal ini disampaikan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie pada Selasa (7/11/2023).

“Amar putusan, menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik. Menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian jabatan dari Ketua Mahkamah Konstitusi,” ucap Jimly.

Putusan tersebut disampaikan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam sidang putusan kasus dugaan pelanggaran etik berat hakim MK pada Selasa (7/11/2023),dikutip dari Youtube Mahkamah Konstitusi.

Jimly menjelaskan, sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK dijatuhkan kepada Anwar Usman karena terlapor terbukti melakukan pelanggaran etik berat dan perilaku hakim konstitusi terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang uji materi terhadap batas usia capres-cawapres.

Pelanggaran etik berat tersebut, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Selanjutnya, MKMK dalam putusannya memerintahkan Wakil Ketua MK untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 2×24 jam sejak putusan dibacakan.

Selain itu, MKMK melarang Anwar Usman untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

“Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” ujar Jimly.

Sebelumnya, MKMK menerima sebanyak 21 laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terkait putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang ketentuan syarat usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Pemilu.

Isi laporan tersebut bervariasi, antara lain melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang kemudian mencalonkan diri sebagai cawapres, dan memintanya mengundurkan diri.

Ada juga yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, dan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion.Anwar Usman merupakan hakim konstitusi yang paling banyak dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Salah satu pihak yang melaporkan Anwar adalah Tim Advokasi Peduli Pemilu. Pelapor menduga Anwar yang merupakan ipar dari Presiden Joko Widodo, melakukan pelanggaran etik karena ikut memeriksa dan memutus perkara uji materi terkait batas usia capres-cawapres 40 tahun.

Keterlibatannya dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut dinilai turut memberi tiket kepada putra sulung Jokowi yang juga keponakannya, Gibran, yang masih berusia 36 tahun, melaju ke Pilpres 2024.

Seperti diketahui, MK memutuskan mengabulkan sebagian permohonan dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.Sehingga seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres asalkan pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah.

Adapun dari 21 laporan, MKMK menjadikannya 4 putusan. Di mana putusan pertama untuk Anwar Usman, kedua Saldi Isra, ketiga Arief Hidayat dan keempat untuk 9 hakim terlapor.

Sejalan dengan itu, Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Bintan Saragih juga mengungkapkan adanya Pelanggaran etik berat dan praktik buruk yang dilanggengkan para hakim konstitusi dan ia menginginkan agar Anwar Usman di pecat ,bukan sekedar dicopot dari Ketua MK.

Bintan Saragih mengaku menyatakan pendapat berbeda karena dirinya ingin Anwar Usman dijautuhi sanksi berupa pemberhentian tidak hormat (PTDH) atau di pecat.

Di mana pelanggaran etik berat ini dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar terjadi, yang berbenturan dengan praktek kepentingan.”Sehingga para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip kesetaraan dan kesopanan penerapan angka 1,” kata Bintan R. Saragih, dikutip dari siaran langsung Youtube Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa.Bintan pun mengatakan bahwa secara bersama-sama, para hakim konstitusi membiarkan terjadinya praktik pelanggaran kode etik.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari ebataknews.com. Mari bergabung di Page Facebook “ebataknews” dan https://youtube.com/@ebataknews.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini