Filosofi Perahu atau Parau (Bahasa Batak toba) dalam Pustaha Laklak tidak hanya ditulis menggunakan tinta berwarna hitam, tetapi terdapat gambar empat orang penumpang yang ikut berlayar. Penggambaran perahu sebagai simbol kemaritiman begitu jelas pada bagian buritan dan depan kapal di fungsikan untuk mengantar Roh kepada Penciptanya.
Kemaritiman pada situs – situs megalitik suku Batak menunjukkan aspek kemaritiman. Rumah Adat Batak dengan bagian atap yang melengkung seperti sebuah perahu ,begitu juga dengan Sarkofagus yang berbentuk melengkung seperti perahu.
Danau Toba dengan ukuran besar yang berada di Kaldera Gunung Supervulaknic dengan luas 1.130 KM,Panjang 100 Km dan Lebar 30 KM menjadi sumber utama kehidupan Masyarakat Batak sekitar Danau Toba dahulu.
Tentunya Danau Toba dengan ukuran yang sangat luas dan sebagai sumber utama kehidupan masyarakat sekitar Danau Toba dahulu dan sekarang menjadikan Danau Toba mempunyai peranan penting sebagai Kemaritiman Batak.
Secara tidak langsung, aspek kemaritiman dikenal oleh masyarakat Batak masa lalu yang bermukim di seputaran Danau Toba, karena pengenalan mereka akan wilayah pesisir yang jauh dari permukiman mereka, baik itu pantai barat maupun pantai timur pulau Sumatera. Pengenalan dimaksud terkait dengan aspek perdagangan hasil bumi dan hasil hutan di pedalaman Sumatera ke pusat-pusat perdagangan di wilayah pantai.
Makalah ini disampaikan pada Seminar dan Kongres Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA XIV) oleh IAAI Pusat pada 24 s.d 27 Juli 2017 di Bogor.
Terdapat beberapa hal yang diketahui dari Pustaha Laklak berkaitan dengan kemaritiman, dan dunia perairan.dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id
Kata ‘perahu’ juga dijumpai pada Pustaha Laklak yang ada di perpustakaan Leiden University Belanda. Pustaha Laklak yang dimaksud tentang desa marga Lontung.
Memiliki rumah beratapkan kecil terbuat dari anyaman pandan, memiliki perahu yang terbuat dari batang pohon, ada kumbang hitam pengerat kayu, dan ada burung nanggarjati.
Dalam Pustaha Laklak juga memperlihatkan rumah berbanjar di hulu, beratap kecil dan terbuat dari anyaman pandan, ada berperahu yang besar, menggunakan ikat kepala yang dililitkan di kepala.
Berikut beberapah Contoh Kemiripan Perahu ( Parau )
- Rumah Adat Batak

Pada masyarakat Batak pada umumnya,bentuk atap rumah adat Batak pada dasarnya sama dengan bentuk atap rumah adat Batak yaitu melengkung seperti profil perahu.Bagian atap menjadi doa agar pemilik rumah selalu diberi kesuksesan.
. Sarkofagus Batak

Masyarakat Batak toba banyak menggunakan wadah kubur berupa Sarkofagus yang bentuknya seperti sebuah Perahu. Dalam wadah kubur masyarakat Karo yaitu pada Lisplang bawah geroten juga dibuat meninggi menyerupai haluan perahu. bentuk wadah kubur itu dalam konsep religi pada masyarakat Batak Toba dan karo juga terkait dengan Perahu sebagai Sarana roh ke alam Penciptanya.
Bentuk Wadah Kubur seperti sebuah perahu ,tidak hanya tampak dari profilnya saja tetapi hubungan antara wadah kubur dengan perahu juga dikuatkan dengan adanya penamaan wadah kubur yang merujuk pada arti sebuah perahu.
. Pustaha Lak – Lak Batak bergambar Perahu

Tulisan Winkler ini yang menjadi sumber penulisan oleh PH.O.L.Tobing dalam kayanya yang berjudul ” The Structure of the Toba-Batak Belief in the High God” pada tahun 1963.
Demikianlah dapat dikatakan bahwa data tentang maritim diperlihatkan melalui kata yang menyebutkan bahan perahu dari kayu (parau, parparau toras tu tunggul) serta keberadaan perahu yang besar (parparau hopal na bolon).
Pada gambar yang dilukiskan di pustaha lak-lak terlihat adanya perahu yang terbuat dari papan-papan kayu dengan layarnya serta empat orang penumpang yang ikut berlayar. Ada yang berdiri di buritan dan di bagian haluan perahu. Tentunya papan-papan kayu tersebut diambil dari jenis pohon besar yang memunyai daun-daun kecil, seperti yang tertulis pada pustaha laklak.
Juga pustaka lak-lak yang isinya tentang pangulubalang yang digunakan untuk melawan musuh, yang dapat dijadikan pegangan oleh masyarakat pendukungnya.Naskah juga memuat tentang ramuan-ramuan, obat-obatan beserta mantera-manteranya yang dilakukan oleh seorang dukun sebagai petunjuk dan tata cara pelaksanaannya.
Naskah Batak ini merupakan koleksi Van der Tuuk yang dikumpulkannya saat dia berada di Tanah Batak selama enam (6) tahun, yaitu 1851–1857.
Semua koleksi ini telah diwariskan ke Perpustakaan di Universitas Leiden, dan telah dipublikasikan pada 1925 oleh Winkler dengan judul Die Toba-Batak auf Sumatra in gesunden un kranken Tagen.
Sudah sewajarnya Perahu dijadikan icon atau Simbol di Danau Toba sebagai Simbol Kemartiman Batak disebabkan Sumber utama Kehidupan masyarakat di seputaran Danau Toba.
Sumber lainnya : Perjalanan Spirit Danau Toba ( SDT )
Penulis : Ricardo Hutabarat / Pemerhati Pariwisata Danau Toba