Iklan

PELAUT ADALAH UNSUR MANUSIA

PELAUT ADALAH UNSUR MANUSIA
Oleh: Capt.(C).Dwiyono.S, M.Mar – Praktisi Perwira Pelayaran Niaga.
Jakarta, 09 Mei 2023.

Keselamatan kerja manusia adalah kunci utama dalam peningkatan produktivitas kegiatan apapun termasuk peningkatan keuntungan dalam dunia usaha. Pelaut bekerja diatas kapal dengan media laut luas adalah satu pekerjaan risiko sangat tinggi (high risk) dan membutuhkan 2 standar tingkat kemampuan khusus, yaitu kemampuan keahlian (expertise) dan kemampuan keterampilan (skill).

Mengkerucut pada kebutuhan industri maritim niaga, dapat dikatakan management dan human element adalah kunci utama unsur penilaian risiko yang berkaitan dengan Manajemen pengelolaan risiko keselamatan dan kebiasaan (dinamika perilaku) Pelaut (manusia di laut) yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan terjadi risiko atau sebaliknya meringankan terjadinya risiko.

pelaut
Ketua Umum Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia (IKPPNI) Capt Dwiyono.S ,M.Mar

Dalam dunia maritim niaga, maka sudah dibakukan satu acuan SAFETY RISK MANAGEMENT dimana acuan tersebut merangkai langkah-langkah tatakelola berurutan secara sistematis untuk mengkaji risiko keselamatan seperti dibawah ini:

1. Risk analysis:
– Engineered system,
– Hazard identification dengan 3 metode pendekatan yaitu qualitative, semi-quntitative         dan quantitative method approaches.
2. Risk assessment,
3. Risk control dengan mitigaton options;
4. Cost benefit assessment;
5. Decision making & recommendations.

Hal demikian pertimbangannya adalah antara lain, segmen pelayaran niaga (merchant fleet) sebagai salah satu irisan dari industry maritim niaga (merchant maritime industry) mendoktrin prinsip-prinsip tatakelola keselamatan (safety management) yang tidak bisa lepas dari elemen-elemen antara lain:

1. Laut sebagai media utama kegiatan (unsur lingkungan/environment element)
2. Kapal sebagai sarana utama kegiatan (unsur alat/equipment element)
3. Pelaut sebagai manusia pelaku utama (unsur manusia/human element)
4. Perangkat pengaturan hak dan kewajiban hubungan interpersonal (unsur peraturan perlindungan hak pelaut/seafarer’s rights rule element)

Elemen Manusia (Human Element) adalah aplikasi yang terperinci dan koheren dari teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientation) yang dikembangkan oleh Dr. Will Schutz.Intinya dalam buku FIRO: A Three-Dimensional Theory of Interpersonal Behavior dan pada awalnya dirancang untuk mengukur dan memprediksi interaksi antar orang untuk tujuan mengumpulkan tim yang sangat produktif.

FIRO menawarkan lensa ilmiah yang melaluinya orang dapat memperoleh perspektif dan pemahaman yang lebih jelas tentang dinamika perilaku manusia. Pandangan ini memungkinkan individu untuk memperoleh peningkatan pengetahuan, kesadaran dan kasih sayang untuk diri mereka sendiri dan orang lain, bekerja lebih baik dengan orang lain dalam tim dan organisasi, dan untuk mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
( https://thehumanelement-bconglobal-com.translate.goog/What-is-The-Human-Element/Theory?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

Bila mengkaji lebih dalam akan pemahaman uraian teori mengenai Dasar Hubungan Wawasan Interpersonal (FIRO), maka kita akan memahami latar belakang mengapa terminology yang dipakai IMO untuk menyebut PELAUT (SEAFARER) sebagai unsur manusia (Human Element) dalam industri maritim niaga yang bekerja di laut diatas kapal sebagai awak (ship’s crew).

Sangat berbeda, tidak seperti laiknya seperti sebutan yang dipakai para pekerja di darat yang mana sebutan umum adalah sebagai Sumber Daya Manusia (Human resource). Karena antara teori FIRO dengan kebutuhan mutlak dalam industri maritim niaga ada korelasi kuat yang dapat ditarik benang merahnya, yaitu kriteria karakter kuat pelaut sebagai human element dengan posisi kunci pelaku utama akan kebutuhan pelaksana safety risk management adalah bagian inti dari kemampuan intelektualitas dinamika perilaku pelaut dengan tuntutan kebiasaan pelaut yang baik.

Standar mutu Intelektualitas tingkat tenaga ahli maupun tenaga terampil sebagai Pelaut Niaga (human element), dimana untuk mencapai kompetensinya harus melalui proses pendidikan dan pelatihan sudah dibakukan oleh IMO secara internasional dalam konvensi yang disebut Standard Training and Certification for Watchkeeping (STCW).

Artinya pemenuhan unsur no.3 diatas akan unsur manusia (human element) sudah mumpuni terpenuhi oleh IMO dan tidak perlu dipertanyakan lagi oleh pihak manapun, termasuk badan dunia dibawah PBB seperti ILO yang selalu mencoba cawe-cawe terkait standar Pendidikan dan Pelatihan Pelaut di Indonesia melalui Lembaga-lembaga kementerian negara RI terkait.

Hal demikian santer dilakukan dengan mengemas mengadakan berbagai FGD/workshop yang disponsori oleh pihak-pihak asing yang mempromosikan pihak mereka adalah pihak yang telah terpilih sebagai “expertise dengan reputasi dalam bidang maritim” (The maritime sector also been selected as a focus for this Programme due to the X-country’s expertise and reputation in this field…???).

Ketegasan Negara RI harus dijaga tegak lurus dalam menunjuk Lembaga KEMENHUB sebagai mandated party untuk urusan IMO yang diamanahkan pelaksanaan kebijakan tehnisnya di pundak Direktorat Jenderal Perhubungan Laut sebagai administration dan Badan Pengembangan SDM Perhubungan cq Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan yang berwenang mengemban amanah terkait standar DIKLAT Kepelautan standar konvensi.

Sedangkan kebutuhan 3 elemen-elemen lainnya:

1. Laut sebagai media utama kegiatan (unsur lingkungan/environment element), sudah baku tertuang dalam konvensi IMO tentang Maritime Pollution Prevention (MARPOL)
2. Kapal sebagai sarana utama kegiatan (unsur alat/equipment element), sudah baku tertuang dalam konvensi IMO tentang Safety of Life at Sea (SOLAS)
3. Perangkat pengaturan hak dan kewajiban hubungan interpersonal (unsur peraturan perlindungan hak pelaut/seafarer’s rights rule element), sudah baku tertuang dalam konvensi konsolidasi antara IMO-ILO tentang Maritime Labor Convention (MLC)
Kemampuan intelektual Pelaut standar konvesi sebagai pelaku SAFETY RISK MANAGEMENT dengan peran unsur manusia (human element) sudah termasuk dalam silabus STCW.

Lalu perlu dipertanyakan, apa modus dari rentetan FGD/workshop yang mengatas namakan Pelaut sebagai human element yang sudah baku produk konvensi IMO tapi masih mau di FGD/workshop-kan oleh pihak asing yang menempatkan mereka sebagai “ahli” untuk mengintervensi standar internasional diratifikasi Indonesia?

Coba perhatikan dan amati penggalan copy dari narasi yang dibangun dalam workshop:

PELAUT ADALAH UNSUR MANUSIA

Bukankan secara tidak langsung sebenarnya BPSDM-P cq PUSBANG DIKLAT Laut sebagai organ eksekutif negara adalah seharusnya merupakan Gudang expertise dalam standarisasi pendidikan vokasi dan pelatihan-pelatihan sektor maritim?

Tentunya koordinasi lintas sektor Lembaga Kementerian negara yang terkait akan sangat elok bila saling berkomunikasi silang untuk memperjelas dimana posisi profesi Pelaut dengan standar pendidikan dan pelatihan yang sudah ada, tidak untuk selalu mengulang produk-produk standar ganda yang membingungkan semua para pihak pemangku kepentingan. Karena hal demikian hanya bersifat kontra produktif bagi sektor maritim khususnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini