Oleh: Capt.(C).Dwiyono.S, M.Mar – Ketua Umum IKPPNI/P3I
Jakarta, 13 Mei 2024
Statuta dalam bentuk regulasi adalah konstitusi perguruan tinggi, karena berurutan tertuang secara hirarkhis dari format Undang-undang, Peraturan Pemerintah sampai Peraturan Menteri, dimana tatanan aturan hal demikian tentunya memberi makna tentang pentingnya amanah statuta dalam perguruan tinggi.
Sejumlah peraturan perundangan telah menggariskan statuta kampus-kampus perguruan tinggi. Diawali hirarkhi tertinggi dari UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, PP No. 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaah Perguruan Tinggi, Permenristek Dikti No.16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Statuta Perguruan Tinggi Swasta, Permendikbud No.7 tahun 2020 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta dan peraturan lainnya.
Filosofi TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI sebagai roh pendidikan, diterjemahkan oleh STATUTA PERGURUAN TINGGI yang merupakan ujud jasad penerjemah dalam setiap proses penentuan kebijakan tataklola kampus.
Definisi statuta sudah tegas tertuang pada PP No.4 Tahun 2014. Bunyi Pasal 1, butir 16 menegaskan statuta adalah peraturan dasar pengelolaan perguruan tinggi yang digunakan sebagai landasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional di Perguruan Tinggi. Ketegasan bunyi definisi pasal tersebut dapat dimaknai statuta sebagai konstitusi perguruan tinggi. Statuta kampus harus menjadi jasad penggerak dalam setiap proses pengambilan kebijakan pengelolaan kampus.
Secara sengaja atau tidak bila abai dan lalai statuta sama dengan pelanggaran konstitusi. Karena perilaku demikian itu dapat negatif berdampak pada rusaknya tata-kelola kampus yang pada muaranya dapat merugikan semua warga sivitas kampus.
Jika prinsip menjiwai Statuta menegakan martabat diabaikan, maka dapat diartikan bahwa bentuk peraturan perundangan yang sudah lengkap digariskan pemerintah sangat tidak dihormati oleh pemangku otonomi perguruan tinggi.
Otonomi dalam pelaksanaan statuta merupakan tonggak perguruan tinggi untuk memiliki kekhasan warna dan berkreasi mewarnai keunggulannya tersendiri, agar mampu mendorong kampus mencapai tujuan organisasinya sekaligus memberikan tata kelola pelayanan terbaik bagi warga kampus. Pemerintah telah memberikan Penghormatan terhadap kampus agar statuta perguruan tinggi dijadikan acuan meninggikan marwah perguruan tinggi, mendorong kemandirian kampus, sekaligus mengajak turut mencerdaskan bangsa dengan berpegang teguh menciptakan prinsip transparansi, akuntabilitas, bertanggung jawab, adil, kemandirian, kesetaraan, dan kewajaran. Kebijakan-kebijakan kampus tidak sepatutnya bertentangan dengan statuta. Itulah upaya menjaga statuta sebagai menjaga marwah kampus.
Adakah sangsi bagi kampus yang abai dan lalaikan statuta? Tentunya pelanggaran peraturan perundangan pemerintah akan statuta telah mengakomodir sanksi berjenjang terhadap pelanggarnya. Diatur dalam Permendikbud No.7 Tahun 2020 mulai dari sanksi ringan, sedang sampai sanksi berat. Mengapa sedemikian serius sanksinya?
Karena dapat menimbulkan gonjang-ganjing yang tidak produktif dan menimbulkan kegaduhan dengan tidak memperhatikan statuta, dan dapat menjadi preseden negative dengan dugaan tidak pahamnya pengelola kampus pada aturan, identik dengan kondisi hukum dalam Bahasa latin: Ignorantia iuris nocet.
Sanksi-sanksi dimaksud diatas antara lain tertuang pada Permendikbud No.7 Tahun 2020, Pasal 68, ayat (1), Sanksi Administratif dikenakan kepada perguruan tinggi dan/atau Badan Penyelenggara yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Isi pasal dimaksud cukup menjadi indikasi bahwa mengabaikan statuta perguruan tinggi juga sebagai pelanggaran atas peraturan perundangan-undangan. Hal ini tegas dijelaskan dalam definisi unang-undang bahwa statuta ditempatkan sebagai landasan formil kebijakan operasional kampus.
Perubahan struktur organisasi kampus yang tidak sejalan dengan statuta merupakan pelanggaran adalah merupakan contoh, apalagi bila struktur yang tidak sejalan itu dipaksakan untuk diterapkan. Terbukti semakin jelas sebagai pembangkangan akan posisi statuta dimana dalam perundangan dimaksudkan sebagai pedoman. Perubahan struktur organisasi tanpa proses yang ideal menyumbang konflik baru didalam tatakelola kampus.
Secara mengerucut bahwa perubahan struktur organisasi yang tidak sejalan dengan statuta bisa masuk dalam pelanggaran administrasi berat. Bunyi isi demikian tertuang pada Pasal 71, huruf (k) di mana terjadi sengketa yang menyebabkan terganggunya tri dharma perguruan tinggi.
Penulis sebagai praktisi industri maritim niaga, sedang mencoba mengkaji kasus yang terjadi dengan adanya perilaku kekerasan antar taruna dan berakibat fatalitas (kematian 03 Mei 2024) anak didik Taruna tingkat satu berperan sebagai majorette dalam tim drumband.
Apakah ada indikasi korelasi bahwa para anak didik taruna sebagai bagian dari kegiatan sivitas akademik tidak memahami statuta (aturan main kampus), sehingga struktur baru yang hadir dipaksakan menciptakan ruang kewenangan yang tidak jelas dan menimbulkan kegaduhan pelayanan mahasiswa dalam kegiatan kampus? Sempat penulis bediskusi bersama para taruna-taruna aktif didalam kampus STIP, dan dalam hasil diskusi dapat disimpulkan tidak seorangpun faham apa itu statuta, tridharma perguruan tinggi dan tidak mendapatkan pembekalan kode etik profesi sama sekali.
Apakah memang kondisi yang wajar bahwa mahasiswa Pendidikan tinggi setingkat calon tenaga ahli dalam bidang ilmunya tidak memahami konstitusi Pendidikan tinggi yang disebut statuta, tridharma perguruan tinggi dan kode etik profesi? Jangan pernah mengorbankan anak didik dalam suatu proses Pendidikan, dengan solusi sangat sederhana membiarkan mereka lepas terjerat atas pasal-pasal pidana tanpa tanggung jawab tatakelola Pendidikan yang baik.
Akhirnya sebelum usai diskusi interaktif singkat, penulis hanya sempat memaparkan pemahaman akan statuta sebagai peran sumbangsih bagian dari roh tridharma perguruan tinggi, yaitu : pendidikan dan pengajaran, pengabdian kepada masyarakat.
Kapan STIP membuka pintu bagi para praktisi-praktisi agar tercipta mimbar kebebasan akademik dalam arti sejatinya, untuk pengembangan mutu kampus? (sesuai amanah UU dengan peran serta alumni)
Waktu peluang emas itulah yang ditunggu oleh para praktisi Perwira Pelayaran Niaga, yang hingga kini masih menutup diri secara sepihak.
“Doktrin yang tepat bagi anak didik dikawal oleh nurani pendidik sejati, akan menghasilkan intelektualitas norma, moral etika dan integritas dalam suatu proses terbentuknya peradaban Pendidikan bangsa” (DS)